Celebes TV, Teruslah Mengudara!
Oleh:
Muhammad Hasrul Hasan
Komisioner KPID Sulawesi Selatan
Komisioner KPID Sulawesi Selatan
DELAPAN tahun lalu. Tepatnya Sabtu 16 Juli 2011, stasiun televisi lokal Celebes TV resmi mengudara di kanal 31 ultra high frequency (uhf).
Siarannya menjangkau Kota Makassar, Maros, Pangkep, Barru, Gowa dan Takalar. Dengan memadukan para pekerja media senior yang berpengalaman dengan pekerja broadcast dan jurnalis muda para pendiri dan karyawan, Celebes TV mengklaim diri sebagai televisi berita lokal pertama di Indonesia.
Ini karena hampir 80 persen isi siarannya fokus pada berita dan talkshow.
Dengan tagline "terkini dari tradisi Sulawesi", Celebes TV menyuguhkan berbagai program berita, talkshow, dan program lain dengan konten lokal, yang dikemas menarik dan tentu saja, informatif.
Celebes TV lahir di tengah ‘gempuran’ Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) televisi Sistem Siaran ber-Jaringan (SSJ) di kota-kota yang menjadi sampel survei kepemirsaan yang dilakukan Nielsen, perusahaan penghitung rating televisi.
Kota Makassar masuk dalam 10 kota tersebut.
Sejak diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang menjadi payung lahirnya stasiun-stasiun televisi lokal di seluruh wilayah Indonesia, tercatat ada 17 lembaga penyiaran swasta televisi di Sulawesi Selatan yang memiliki izin penyelenggara penyiaran untuk wilayah layanan Makassar dan Takalar.
Lima diantaranya stasiun televisi lokal.
Saat sejumlah televisi lokal diakusisi lembaga penyiaran berjaringan, Celebes TV tampil percaya diri dengan konten 90 persen lokal.
Kemudian berhasil mendapat perhatian pemirsa di Makassar dan sekitarnya.
Tak heran, Celebes TV ikut bersaing dengan stasiun jaringan yang juga bersiaran di wilayah layanan Makassar dan sekitarnya karena kekuatan konten lokalnya.
Perebutan posisi rating saya anggap bukan lagi masalah bagi Celebes TV.
Namun, kedepan sejumlah tantangan di antaranya perkembangan sumber daya manusia, dan teknologi serta sistem siaran digital akan menjadi tantangan baru bagi televisi lokal khususnya Celebes TV.
Dari data kementerian tercatat saat ini setidaknya terdapat 1.168 stasiun TV di seluruh Indonesia.
Adanya fenomena konsentrasi kepemilikan media di Indonesia menjadi tantangan tersendiri bagi televisi lokal menghadapi fenomena ini.
Sekaligus akan terjadi peralihan sistem penyiaran dari analog ke sistem penyiaran digital.
Hal tersebut tentunya akan menimbulkan dampak di berbagai bidang, terutama bagi keberlangsungan kehidupan televisi lokal.
Digitalisasi penyiaran merupakan tuntutan perkembangan teknologi yang menjadi keniscayaan untuk diterapkan.
Apalagi adopsi teknologi penyiaran digital bisa mengantarkan lebih banyak informasi kepada masyarakat, sehingga pemerintah meyakini digitalisasi penyiaran menjadi jalan singkat terwujudnya keberagaman kepemilikan yang menjadi syarat terciptanya demokritisasi informasi.
Pada 21 Juni 2019 lalu, Menteri Komunikasi dan Informatika menetapkan peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 3 Tahun 2019 Tentang pelaksanaan penyiaran simulcast dalam rangka persiapan migrasi sistem penyiaran televisi analog ke sistem penyiaran televisi digital.
Ini menjadi pertanda penyiaran di Indonesia dalam waktu dekat akan migrasi ke digital.
Sebelumnya pemerintah melalui Menkominfo pernah menerbitkan peraturan menteri No. 22 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Televisi Digital.
Peraturan ini menargetkan bahwa pada tahun 2018, semua siaran televisi di Indonesia sudah menggunakan sistem digital dan perlahan bisa meninggalkan sistem yang analog.
Namun, berbagai polemik muncul mengenai peraturan televisi digital itu, banyak pihak yang tidak setuju dengan dikeluarkannya peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika ini.
Hingga akhirnya Mahkamah Agung mengabulkan tuntutan dari Asosiasi Televisi Jaringan Indonesia (ATVJI) membatalkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) No. 22 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan TV Digital.
Dalam menghadapi sistem digitalisasi televisi, Televisi lokal tentu memiliki keuntungan dan kerugian.
Keuntungan televisi lokal pada era digitalisasi televisi ini, apabila televisi lokal bisa melewati fase perubahan sistem analog ke sistem digital maka televisi lokal akan bisa memiliki hak yang sama dengan televisi lainnya untuk mengembangkan siarannya atau saluran tambahan.
Keberadaan televisi lokal akan bisa setara dengan televisi-televisi lainnya dalam mengembangkan materi konten siarannya.
Menerapkan sistem digitalisasi televisi tentu tidaklah mudah, banyak tahapan yang harus dilalui sebuah stasiun televisi untuk berpindah ke digital.
Tak sedikit pula biaya yang harus dikeluarkan sebuah stasiun televisi untuk mengubah sistem analognya ke sistem digital.
Dari mulai penyediaan perangkat yang baru di ruang siarnya, hingga peralatan broadcast lainnya.
Namun, apabila televisi lokal tidak bisa menghadirkan perangkat untuk digitalisasi televisi, dan masih menggunakan sistem analog, maka akan tertinggal dari televisi-televisi yang lain, baik itu dari sisi kualitas siaran, serta perolehan iklan.
Kecuali apabila nantinya pemerintah tidak akan secara total menghilangkan sistem analog, televisi lokal masih dapat ditayangkan ke khalayak.
Hal ini pada akhirnya akan dikembalikan lagi ke televisi lokal itu sendiri, apakah mampu melewati perubahan teknologi digital atau tidak.
Sementara itu, di era sekarang sebagian besar persebaran informasi berlangsung di dunia maya.
Sehingga industri pertelevisian menghadapi persaingan dengan media-media online yang relatif lebih mudah diakses.
Hal ini menuntut stasiun televisi untuk terus menghadirkan inovasi, baik dalam program tayangan maupun dalam media penyiaran.
Salah satunya dengan menyediakan akses untuk menonton siaran televisi secara online.
Celebes media group pun sudah berusaha mengimbangi fenomena informasi baru tersebut dengan meluncurkan aplikasi celebesmedia.id yang diharap mampu mengimbangi new media di Sulawesi Selatan.
Selamat ulang tahun Celebes TV yang ke-8.
Teruslah mengudara dan tetap menjadi televisi lokal yang terkini serta terus menjadi kebanggan masyarakat Sulawesi Selatan. (*)