Hasrul Hasan

Reka Cipta Dalam Perspektif Kreativiti

728x90
2020


Muhammad Hasrul Hasan - Komisioner KPID Sulsel
Momen pilkada pada masa kenormalan baru, menjadi momen berharga bagi penyiaran lokal untuk bangkit kembali setelah beberapa bulan bertahan menghadapi dampak pandemi corona. Sehinggayang khawatir akan media penyiarannya akan ditutup karena tak mampu bertahan di tengah pandemi covid tidak terjadi.

Oleh: Muhammad Hasrul Hasan
Komisioner KPID Sulawesi Selatan

SUATU sore pada bulan April 2020 lalu, tiba-tiba saya terkejut menerima balasan pesan whatsApp di telepon genggam saya.

Seorang yang pimpinan media penyiaran lokal yang tidak diragukan kemampuannya dalam mengelola perusahaan, membalas pesan WA saya.

Sebelumnya, saya mengirimi pesan terkait edaran Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Selatan terkait edaran sosialisasi dan edukasi pencegahan penyebaran Covid-19 di Sulsel melalui media penyiaran.

Balasan yang sungguh diluar dugaan saya. Dalam pesannya beliau mengatakan “Kami sudah jalankan semua poin surat dari KPID.

Saat ini sementara merumahkan sebagian karyawan karena tak mampu menutupi biaya operasional”.

Pandemi covid-19 di Indonesia pertama kali terdeteksi pada 2 Maret 2020. Ketika dua orang terkonfirmasi tertular dari seorang warga asal Jepang.

Virus Corona menyebar begitu cepat hingga ke Sulawesi Selatan. Semua bidang usaha pun terkena dampak, termasuk media penyiaran.

Karena berbarengan dengan naiknya dollar hingga hilangnya iklan komersial di media penyiaran di televisi, maupun radio lokal di Sulawesi Selatan.

Dari pantauan alat monitoring KPID Sulawesi Selatan, media penyiaran khususnya televisi langsung mengubah pola siaran.

Bahkan mengurangi jam tayangnya untuk mengurangi beban operasional perusahaan.

Saat bulan suci Ramadhan di masa pandemi yang harusnya menjadi bulan panen iklan media penyiaran pun juga sepi.

Media penyiaran kehilangan momen tahunan untuk meraup penghasilan melalui iklan.

Harapan industri penyiaran melambung tinggi delapan belas tahun lalu, saat Undang Undang Penyiaran lahir di tahun 2002 silam.

Industri penyiaran Indonesia khususnya penyiaran lokal untuk berkembang pesat.

Namun, sayangnya harapan publik menikmati kondisi yang selaras dengan tujuan undang-undang penyiaran No.32 tahun 2002 tidak sesuai dengan harapan.

Keberadaan televisi dan radio lokal di daerah yang satu per satu tumbang dan beberapa diantaranya tergadaikan, persoalannya klasik semuanya terkendala di finansial dan sulitnya bersaing dengan lembaga penyiaran yang berkantor pusat di Jakarta.

Selain itu, cara pandang masyarakat terhadap penyiaran lokal yang dinilai kurang merasa memiliki. Padahal semestinya mereka harus berbangga dengan lahirnya lembaga penyiaran lokal di daerah yang isi siaran dan pemiliknya orang lokal.

Sulitnya mendapatkan pengiklan menjadi persoalan sendiri lembaga penyiaran lokal, terlebih kurangnya dukungan dari pemerintah daerah dan pengusaha swasta dalam memberdayakan media penyiaran lokal dalam sosialisasi, maupun memasarkan produk mereka.

Keadaan karena paradigma pengiklan yang menghitung cakupan penonton maupun pendengar dari media tersebut.

Karena wilayah layanan berskala lokal sementara penyiaran yang bersiaran jaringan memiliki wilayah jangkaun yang luas.

Media penyiaran khususnya televisi lokal merupakan bisnis yang padat modal, padat karya dan memiliki sumber daya manusia yang banyak.

Semakin banyak karyawan, semakin banyak pula pengeluaran.

Sebab itu keberadaan media penyiaran lokal perlu dibela, agar media penyiaran lokal bisa tumbuh dan melestarikan program program kedaerahan.

Normal baru seharusnya menjadi titik star media penyiaran lokal, untuk kembali bangkit.

Pada tahun 2020 momen pilkada langsung menjadi momen penting media penyiaran untuk meraup keuntungan pasca terkena dampak covid-19 di awal tahun 2020.

Tahapan pilkada sudah dimulai sejak 15 Juni lalu, tantangan yang dihadapi peyelenggara pemilu dan peserta pemilu adalah sampainya informasi yang cepat, serentak dan menyeluruh kepada pemilih dengan menggunakan protokol covid.

Pilkada di era normal baru, media penyiaran menjadi salah satu pilihan untuk melakukan sosialisasi secara massif dan bisa dipertanggung jawabkan kebenaran informasinya.

Karena dengan menggunakan strategi lama untuk sosialisasi tatap muka adalah hal yang mustahil dilakukan di masa kenormalan baru.

Pada kenormalan baru seperti saat ini, protokol pelaksanaan sosialisasi pilkada harus dirancang oleh penyelenggara pemilu dalam bentuk peraturan KPU.

Begitu pun Peraturan Bawaslu serta Peraturan KPI sebagai bagian dari tim gugus tugas pemilu, untuk memberi ruang yang besar bagi media khsususnya media penyiaran lokal untuk turut serta mendukung sosialisasi, baik penyelenggara maupun para calon peserta pilkada.

Momen pilkada pada masa kenormalan baru, menjadi momen berharga bagi penyiaran lokal untuk bangkit kembali setelah beberapa bulan bertahan menghadapi dampak pandemi corona.

Sehingga apa yang dikhawatirkan senior saya dalam lanjutan pesan whatsapnya yang khawatir akan media penyiarannya yang akan ditutup karena tak mampu bertahan, di tengah pandemi covid tidak terjadi.

Peraturan maupun petunjuk teknis tahapan pilkada normal barul diharapkan tidak membelenggu kreatifitas media penyiaran lokal.justru sebalilknya harus menjadi stimulus bergairahnya industri penyiaran lokal.

Di KPID Sulawesi Selatan yang memiliki izin penyelenggaran penyiaran tercatat 51 radio lembaga penyiaran swasta, 9 radio lembaga penyiaran publik lokal, 3 televisi lembaga penyiaaran publik lokal dan 5 televisi swasta lokal.

Selain itu ada 29 lembaga penyiaran berbayar melalui kabel yang tersebar di 24 kabupaten dan kota di Sulawesi Selatan. (*)

Artikel ini telah tayang di tribun-timur.com dengan judul Menanti Kebangkitan Media Penyiaran Lokal di Era Normal Baru,
https://makassar.tribunnews.com/2020/07/03/media-penyiaran-lokal-era-normal-baru?



Oleh: Muhammad Hasrul Hasan
Komisioner KPID Sulsel Periode 2017-2020

MEDIA melalui penyiaran merupakan media yang memiliki peran sangat penting dalam menyampaikan informasi maupun sebagai hiburan kepada masyarakat luas. Terlebih pada era teknologi moderen saat ini, pemberitaan maupun hiburan melalui media penyiaran makin mudah dijangkau masyarakat luas. Kini informasi dapat diakses dengan waktu singkat pula.

Penyiaran selain sebagai media hiburan, program di media penyiaran baik televisi, maupun radio, harus menyuguhkan konten yang mendidik sesuai target pemirsanya. Dengan demikian, kepentingan untuk mencerdaskan publik dengan informasi – informasi yang ‘ sehat’ menjadi sangat penting, agar informasi yang disampaikan melalui media penyiaran bisa memberi manfaat yang besar untuk kepentingan publik.

Beberapa pekan terakhir, media penyiaran kita marak memberitakan tentang wabah virus Corona jenis baru (Covid-19). Terlebih sejak ada warga di Indonesia yang dinyatakan positif terjangkit Covid-19. Berbagai media penyiaran televisi maupun radio berlomba untuk memberikan informasi terkait Corona.

Menyikapi perkembangan pemberitaan dan penyampaian informasi tersebut, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat telah mengeluarkan surat edaran yang ditujukan ke KPI Daerah dan pimpinan media penyiaran di seluruh Indonesi tentang penyiaran wabah corona.

Dalam edaran itu, ada empat landasan hukum yyang digunakan KPI yakniUndang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Peraturan KPI Nomor 01/P/KPI/03/2012 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran, serta Peraturan KPI Nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang Standar, Program Siaran.

Tentu surat edaran KPI tersebut perlu disambut positif. Termasuk oleh insan penyiaran. Persoalan manakala terjadi ketika etika perilaku penyiaran terlupakan dan lebih mengedepankan informasi yang terkait langsung dengan kepentingan sharing dan rating dari hasil pemberitaan.

Saat ini media penyiaran, khususnya televisi, berlomba-lomba menampilkan konten yang potensial disukai oleh publik. Hal itu dapat mengesampingkan kualitas tayangan yang mereka produksi.

Karena itu, menyikapi kasus Corona, media penyiaran harus menghindari konten berita-berita mereka yang berpotensi memicu kepanikan publik. Pemberitaan media penyiaran harus mampu menumbuhkan optimisme masyarakat lewat data pemberitaan mereka. Seperti data kesembuhan pasien Corona di beberapa negara lain selain di Indonesia.


Pemberitaan media harus mengutamakan akurasi data dan informasi, sebagai upaya untuk mitigasi. Kecepatan tanpa kelengkapan data akan menjadi sumber kepanikan. Kita tahu, sering kali kepanikan melahirkan tidakan masyarakat yang berlebihan seperti memborong bahan makanan, masker, dan hand sanitizer sehingga terjadi kelangkaan.

Tak kalah penting, media penyiaran harus aktif mendorong pemerintah agar terus melakukan sosialisasi terkait pencegahan corona, melakukan pola hidup sehat, serta menangkal informasi bohong atau hoaks di media media sosial dengan menyampaikan pemberitaan yang benar dan akurat melalui media penyiaran. Kita bisa! (*)



Muhammad Hasrul Hasan
Komisioner KPID Sulawesi Selatan 2017-2020

RABU 29 Maret 2017 lalu, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulsel resmi dilantik. Pelantikan digelar di Ruang Rapat Pimpinan Kantor Gubernur Sulsel, Jalan Urip Sumiharjo, Makassar.

Komisioner KPID Sulsel terpilih yang dilantik antara lain, Riswansyah Muchsin, Herwanita, Waspada Santing, Andi Muhammad Irawan, Arie Andyka, Mattewwakan, dan Muhammad Hasrul Hasan ( penulis).

Dalam peraturan Komisi Penyiaran Indonesia( KPI) , nomor 011P1KPI11072014, tentang
kelembagaan KPI pasal 1 poin 8 menyebutkan rapat pleno KPI adalah rapat yang diselenggarakan secara berkala oleh KPI Pusat dan KPI Daerah untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan masalah kelembagaan dan merupakan forum tertinggi dalam pengambilan keputusan secara kolektif kolegial.

Kolektif kolonial merujuk kepada sistem kepemimpinan yang melibatkan seluruh komisioner dalam mengeluarkan keputusan atau kebijakan melalui mekanisme yang ditempuh, musyawarah untuk mencapai mufakat atau pemungutan suara, dengan mengedepankan semangat keberasamaan.

Masing-masing komisioner di KPID memiliki hak suara yang sama dalam pengambilan keputusan atau kebijakan dalam lembaga tersebut.

Usai pegambilan sumpah jabatan, komisioner kpid sulsel periode 2017 – 2020 gear rapat pleno pertama di ruangan Kepala dinas Informatika dan komunikasi Sulsel, guna menetapkan struktur kelambagaan KPID Sulsel. Rapat dipimpin Waspada Santing, sebagai satu satunya incumbent yang lolos di periode itu, selebihnya enam orang lainnya wajah baru.

Rapat pembentukan struktur kelembagaan pun berlangsung alot, hingga akhirnya keputusan secara mufakat tidal mencapai keputusanm Sehingga digelar pemungutan suara untuk menetapkan posisi ketua. Mattewakkan pun akhirnya terpilih menjadi ketua dengan mengantongi 4 suara, sementara Waspada Santing yang ikut mencalonkan diri sebagai ketua raih 3 suara dan ditetapkan sebagai wakil ketua. Sementara saya, menjabat kordinator bidang pengelola strukur sistem penyiaran dan Andi Irawan sebagai anggota, Herwanita kordinator bidang isi siaran, Riswansyah Muchsin sebagai kordinator Kelembagaan dan Arie Andyka sebagai anggota bidang.

Pembagian bidang ini, bertujuan untuk mempermudah pelaksanaan tugas-tugas lembaga yang terkait dengan divisi tertentu. Agar ada komisioner yang bertanggung jawab atas suatu tugas divisi, serta tidak saling lempar tanggung jawab.

Ujian pertama kolegial komisioner KPID Sulsel periode 2017-2020 dilalui di awal masa jabatan, komisioner dibantu staf sekretariat dari Aparatur Sipil Negara ( ASN ) Diinas Kominfo Sulsel dalam bentuk Unit Pelaksana Tugas ( UPT). Januari 2018 UPT KPID pun resmi dibubarkan karena adanya undang undang 32 tahun 2014 dan peraturan pemerintah no 18 tahun 2014 tentang perangkat daerah yang meyebutkan komisi penyiaran daerah menjadi urusan Pemerintah pusat.

Kendati demikian kami tetap bekerja memenuhi tanggung jawab, dan amanat yang diemban dalam batas kemampuan untuk memfasilitasi pelayanan perijinan, pengawasan isi siaran, dan kelembagaan.

Dibidang isi siaran, sepanjang periode tercatat 16 surat teguran, yang rata rata melanggar pasal 18 huruf h dan pasal 39 tentang klasifikasi siaran, di SPS KPI tahun 2012. Sementara di bidang kelembagaan berbagain kegiatan juga terlaksana seperti diskusi publik, fgd dan mou beberapa lembaga terkait dengan KPID. Surat teguran tak banyak kami keluarkan, karena mengedepankan pembinaan dibanding menjatuhkan sanksi. Untuk mengurangi terjadinya pelanggaran, Komisioner KPID sulsel mengunjungii kantor kantor lembaga penyiaran untuk mengingatkan kembali Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Produksi Siaran (SPS).

Dibidang perizinan jumlah lembaga penyiaran yang memiliki izin penyiaran hingga maret tahun 2020 tecatat 105 lembaga penyiaran, baik radio maupun televisi.

Dalam pelaksanaan tugas masing-masing kami memberikan kepercayaan penuh ke koordinator divisi
masing masing karena apa yang dilakukan tidak lain hanya untuk mewujudkan visi misi lembaga.

Perbedaan pendapat dalam berkomisi sangat potensial ada, pada saat menyikapi suatu kasus disebabkan karena beragamnya latar belakang komisioner, baik karena perbedaan pemahaman maupun karena beragamnya latar belakang keilmuan. Untuk itu, guna menghindari adanya perdebatan yang tak berakhir, yang berujung pada permasalahan soliditas di internal lembaga, di ruang-ruang selain ruang rapat pleno maka penting sejak awal berkomitmen untuk saling menghargai dan menjaga solidaritas sesama komisioner dengan menjaga semangat kolektif kolegia hingga 29 Maret 2020 berakhirnya masa tugas Komisioner KPID Sulsel periode 2017-2020.


*Radio di Tengah Gempuran Media Daring

Oleh: Muhammad Hasrul Hasan
Komisioner KPID Sulawesi Selatan 2017-2020

SUARA riuh pengunjung kedai kopi Phoenam di bilangan Jalan Boulevard, Kota Makassar, tak membenamkan suara khas Masno, pendiri Radio Gamasi Makassar. Jebolan penyiar radio Gandaria yang eksis tahun 60-an ini bernama lengkap Abdul Hamid. Ia lahir di Makassar 71 tahun silam.

Ia terlihat bersemangat menceritakan pengalamannya selama menjadi penyiar hingga mendirikan Radio Gamasi. Masno saat itu sedang menjamu Thomas, Onny dan Deni, rekan seprofesinyanya dari Jawa Tengah dengan kopi khas Makassar di meja bundar Kedai Phoenam sambil berbagi pengalaman selama mereka menekuni bisnis industri radio.

Gamasi sebagai radio lokal Makassarvmenyajikan program lagu-lagu daerah Bugis, Makassar, dangdut dan melayu. Gamasi mengudara sejak 28 Juni 1980, sampai sekarang di Kota Makassar dan sekitarnya.

Radio Gamasi yang dirintis Masno dengan modal menjual motor vespa butut miliknya dan perhiasan emas ibunya sekitar 40 gram. Selain itu ia pun mendapat sumbangan dari sahabat dan fansnya saat menyiar di Radio Gandaria, termasuk maestro lagu daerah almarhum Iwan Tompo.

Masno yang saat ini lebih akrab dipanggilhaji Hamidmerintis usahanya dengan membeli peralatan tower dan pemancar radio yang tidak memenuhi standar.

Ikhtiar Masno mendirikan radio masih terkendala karena belum memiliki studio ia pun akhirnya menyewa dapur milik orang tua Hasnah di jalan Gunung Nona dengan barter sebuah televisi pemberian kerabatnya. Waktu berjalan, Masno pun akhirnya menikahi Hasna. Masno merasa menjadi orang paling beruntung kala itu, radionya belum siaran tapi para pengiklan sudah antri untuk memasang iklan di radionya.

Haji Hamid saat ini masih menjabat sebagai ketua Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia Sulawesi Selatan, atau disingkat PRSSNI, organisasi radio siaran swasta yang eksis dan berizin yang terbesar di Indonesia. Masno saat iu sedang menjamu tamunya dari pengurus daerah PRSSNI Jawa Tengah, mereka berbagi kisah tentang masa masa kejayaan radio di era 80 hingga awal tahun 2000.

Menurut Masno, masa kejayaan radio di Indonesia adalah pada era ’80 hingga ’90an. Pada zaman itu pesawat televisi belum menyebar luas di negeri ini. Belum lagi, harga televisi yang mahal kala itu membuat televisi menjadi barang mewah. Jika menilik di kampung-kampung, pemilik televisi adalah orang-orang kaya saja.

Untuk alternatif hiburan, radio menjadi media yang tepat bagi masyarakat kita. Di tahun-tahun itu kejayaan atau era keemasan radio terjadi. Sebelum digeser oleh televisi dan sekarang internet.

Setelah era orde baru, kran media terbuka lebar. Penyiaran radio tumbuh dan berkembang dengan cara masing-masing, pun bangkrut dengan cara masing-masing pula. Pertumbuhan media itu dinetralisir dengan seleksi pasar . Hanya radio tertentu, yang memiliki konsep yang jelas, dan modal kuat yang mampu bertahan.

Awal tahun 2000 kemajuan teknologi informasi dan komunikasi mengalami perubahan drastis dalam perilaku masyarakat memperoleh hiburan dan informasi. Media sosial dan media daring yang menjamur membuat tanda tanya apakah media radio masih relevan saat ini. Lebih jauh apakah radio siaran masih mampu bertahan dan bisa bersaing dengan media media dalam jaringan.


Industri radio merupakan bisnis media yang murah, namun memiliki mobilitas yang tinggi, dan memiliki kedekatan langsung dengan para pendengarnya. Inilah yang setidaknya menjadi kekuatan tersendiri bagi radio dibanding media lain.

Sebab itu pekerja radio harus memiliki kreativitas yang tinggi, mampu memanfaatkan dan mengonversikan diri dengan teknologi media yang terus berkembang. Salah satunya radio harus punya website radio streaming di internet ataupun melakukan konvergensi dengan media-media yang ada.
Kendati saat ini indistri radio mengalami pasang surut atau bahkan sampai tutup, keberadaan radio masih tetap dibutuhkan selama mampu memenuhi kebutuhan masyarakat atau pendengarnya.

Salah satu penyebab radio tutup karena iklan yang berkurang lantaran saat ini tak lagi banyak pendengar. Data KPID Sulawesi Selatan, saat ini 61 radio yang memiliki izin tetap penyelenggara penyiaran. Kalaupun ada beberapa stasiun radio yang tutup, dijual, ataupun disewakan, penyebabnya karena mereka tidak mampu mengikuti perkembangan zaman dan dikelola dengan seadanya, secara tidak profesional.

Pembagian iklan melalui agensi-agensi di Jakarta saat ini dikuasai radio berjaringan dan kebijakan sejumlah perusahaan besar yang tak lagi melirik radio sebagai media promosi mereka. Tak hanya perusahaan swasta, promosi program pemerintah pun, juga tak melirik radio.

Padahal jika merujuk pada program kampanye Keluarga Berencana (KB) di era Orde Baru. Radio sukses sebagai media kampanye dan memiliki peran besar, menunjang keberhasilan kampanye pemerintah tersebut.

Bisnis penyiaran radio saat ini mengalami penurunan. Namun, Masno tetap optimistis dengan masa depan medium yang mengandalkan indra pendengaran ini masih memiliki prospek cerah ke depan namun membutuhkah waktu yang lama. (****)

Sumber : Tribun Timur


Lembaga Penyiaran yang bersiaran di satelit berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang penyiaran wajib memiliki Izin Penyelenggaraan Penyiaran, hal ini diungkapkan Parulian Tampubolon S.sn, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara.

Oleh karena itu perizinan Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) menjadi penting sesuai undang-undang."Setiap lembaga penyiaran di Indonesia, apakah itu Lembaga Penyiaran Publik (LPP), Lembaga Penyiaran Swasta (LPS), Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK) baik jasa penyiaran radio dan televisi dan Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) jasa penyiaran televisi sebelum menyelenggarakan kegiatannya wajib memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran. Hal ini sudah tertuang dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Dalam proses permohonan izin tersebut, terlebih dahulu memperoleh Rekomendasi Kelayakan Penyelenggaraan Penyiaran (RKPP) dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan hal ini juga sesuai dengan Pasal 33 ayat (4) poin (b) UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran,"ucapnya.

Lebih lanjut dikatakan Parulian, di dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2016 tentang Persyaratan dan Tata Cara Perizinan Penyelenggaraan Penyiaran di Pasal 3 disebutkan bahwa Lembaga Penyiaran sebelum menyelenggarakan penyiaran wajib memperoleh Izin Penyelenggaraan Penyiaran, "Berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2016 tentang Persyaratan dan Tata Cara Perizinan Penyelenggaraan Penyiaran Pasal 28 ayat (3) KPI Daerah menerbitkan RKPP terhadap permohonan yang dinyatakan layak menyelenggarakan penyiaran dan menyampaikan kepada Menteri melalui KPI Pusat paling lambat 6 (enam) hari kerja sejak dilaksanakannya Evaluasi Dengar Pendapat (EDP),"jelasnya.

Terkait perizinan Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) Jasa Penyiaran Televisi melalui Sistem Satelit di wilayah Sumatera Utara, Parulian menerangkan bahwa KPID Sumatera Utara belum pernah menerima pengajuan permohonan izin, " Sampai saat ini, sesuai dengan database perizinan KPID Sumatera Utara belum ada dan tidak pernah ada LPS Jasa Penyiaran Televisi melalui Sistem Satelit yang mengajukan permohonan izin siaran melalui sistem satelit. Sehingga KPID Sumatera Utara belum pernah menerbitkan Rekomendasi Kelayakan Penyelenggaraan Penyiaran (RKPP) untuk permohonan LPS Jasa Penyiaran Televisi melalui system Satelit. KPID Sumatera Utara hanya pernah menerima permohonan untuk LPS Jasa Penyiaran Televisi melalui system teresterial (UHF),” ujarnya,

Selanjutnya Parulian menerangkan, LPS yang tidak memiliki izin siaran menurutnya merugikan negara dalam penerimaan pajak." sesuai dengan Pasal 61 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Nomor 18 tahun 2016 tentang Persyaratan dan Tata Cara Perizinan Penyelenggaraan Penyiaran disebutkan bahwa besaran biaya IPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) di lingkungan Kementerian Komunikasi dan Informatika, selain dapat diangap merugikan negara, LPS Jasa Penyiaran Televisi yang siaran melalui Sistem Satelit namun belum memiliki Izin Penyelenggaraan Penyiaran juga dapat disanksi secara pidana sesuai dengan Undang Undang Penyiaran, " tegasnya.

Sementara Muhammad Hasrul Hasan, Kordinator Bidang Perizinan KPID Sulawesi Selatan menerangkan bahwa pintu masuk perizinan lembaga penyiaran sesuai Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 harus mendapat rekomendasi kelayakan dari KPID di daerah untuk selanjutnya dibahas di tingkat forum rapat bersama, "di periode kami di Sulsel, 2017-2020 belum pernah ada permohonan tv untuk bersiaran di satelit,"jelasnya.

Hasrul menambahkan, terkait kerugian negara, Hasrul menyatakan untuk PNBP itu wewenang kementerian , “Jelas di Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran ada sanksi dan ancaman pidananya,” pungkasnya.
Di dalam Pasal 58 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran disebutkan bahwa Dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk penyelenggaraan radio dan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) untuk penyiaran televisi, setiap orang yang:
a. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1);
b. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1);
c. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4);
d. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (3);
Sumber: http://porosjakarta.com/13915/lembaga-penyiaran-siaran-di-satelit-tanpa-izin-merugikan-negara-dan-diancam-pidana

Hasrul

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget